Glow Storia – Menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, dunia hiburan lokal diramaikan oleh kehadiran Merah Putih One for All, film animasi bertema kebangsaan yang langsung jadi bahan perbincangan begitu trailer-nya meluncur. Di media sosial, dukungan dan kritik beradu.
Sebagian penonton mengapresiasi niat menghadirkan kisah persatuan lewat medium animasi, namun tak sedikit pula yang membandingkan kualitas visualnya dengan Jumbo, animasi Indonesia yang sebelumnya mendapat sambutan positif dan disebut menaikkan standar teknis. Riuh ini membuat nama film cepat dikenal, sekaligus memunculkan rasa penasaran publik terhadap versi utuhnya di layar lebar.
Film ini diproduksi oleh Perfiki Kreasindo bersama Yayasan Pusat Perfilman H Usmar Ismail. Kursi sutradara dan penulis naskah dipegang oleh Endiarto dan Bintang Takari. Namun, tak lama setelah trailer rilis, muncul sejumlah pertanyaan publik mengenai latar belakang rumah produksi dan sumber pendanaan.
Produser kemudian menegaskan bahwa proyek ini tidak dibiayai pemerintah, melainkan didanai secara mandiri. Ia juga meminta penonton untuk menilai karya dari keseluruhan film, bukan hanya berdasarkan potongan trailer. Langkah ini dimaksudkan untuk mengembalikan fokus pembicaraan pada isi cerita dan pesan yang diusung.
Alur cerita Merah Putih One for All berpusat pada delapan anak dari berbagai daerah di Indonesia yang tergabung dalam Tim Merah Putih. Menjelang upacara kemerdekaan, mereka dihadapkan pada masalah besar: bendera pusaka hilang secara misterius tiga hari sebelum dikibarkan. Untuk menemukannya, mereka harus menembus berbagai rintangan alam mulai dari derasnya arus sungai, lebatnya hutan, hingga badai yang menghadang.
Selain tantangan fisik, mereka juga harus menyatukan perbedaan karakter dan mengendalikan ego masing-masing. Dalam proses itu, mereka belajar arti disiplin, kerja sama, dan cinta tanah air yang sesungguhnya.
Film ini dijadwalkan tayang serentak pada 14 Agustus 2025, hanya tiga hari sebelum Hari Kemerdekaan. Penentuan jadwal ini memanfaatkan momentum semangat nasionalisme yang biasanya memuncak di pertengahan Agustus.
Selain itu, jarak yang dekat dengan akhir pekan panjang memberi peluang lebih besar untuk menjangkau penonton keluarga, sekolah, hingga komunitas. Namun, rilis di periode ini juga berarti harus bersaing dengan sejumlah film bertema kemerdekaan lain yang biasanya muncul di layar bioskop.
Perbincangan yang muncul sejak trailer rilis menunjukkan bahwa penonton kini memiliki ekspektasi tinggi terhadap animasi buatan Indonesia. Hal ini menjadi kabar baik bagi industri karena mendorong pembuat film untuk meningkatkan kualitas. Namun, ekspektasi besar juga berarti tekanan yang tidak ringan. Merah Putih One for All dituntut untuk menyajikan alur yang kuat, karakter yang hidup, serta visual yang konsisten agar dapat mengubah skeptisisme menjadi kepuasan menonton.
Simak Juga : Remaja 17 Tahun Lumpuh Mendadak Setelah Pakai Earphone Saat Charge
Jika eksekusinya tepat, film ini bisa menjadi contoh bahwa tema nasional dapat dikemas secara menarik bagi generasi muda lewat medium animasi. Keberhasilan Merah Putih One for All akan menambah daftar karya animasi lokal yang layak bersaing di bioskop nasional. Namun, jika kualitas teknisnya tidak sebanding dengan pesan yang diusung, pembicaraan publik mungkin hanya akan terfokus pada kritik visual tanpa memberi dampak positif yang signifikan bagi perkembangan animasi Indonesia.
Dengan pesan persatuan dan keberanian yang dibawa, Merah Putih One for All memikul misi ganda: menghibur sekaligus memperkuat imajinasi kebangsaan. Tanggal 14 Agustus 2025 akan menjadi ujian penting tidak hanya bagi film ini, tetapi juga bagi kepercayaan penonton terhadap masa depan animasi lokal. Keberhasilan film ini akan menjadi bukti bahwa cerita bertema nasional bisa diolah menjadi tontonan yang memikat hati, menginspirasi generasi muda, dan membanggakan perfilman Indonesia.