Glow Storia – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan bahwa kontrasepsi bukan hanya urusan medis, melainkan juga investasi sosial yang penting. Kontrasepsi mampu menyelamatkan kehidupan, menurunkan risiko kehamilan yang tidak direncanakan, serta mencegah komplikasi persalinan yang kerap menjadi penyebab meningkatnya angka kematian ibu.
Plt. Kepala Pusat Riset Kependudukan BRIN, Ali Yansyah Abdurrahim, menjelaskan bahwa penggunaan kontrasepsi berkaitan langsung dengan hak asasi manusia. Setiap orang berhak menentukan waktu memiliki anak, jumlah anak, hingga kualitas keluarga yang ingin dibangun. Karena itu, kualitas pelayanan dan konseling kontrasepsi menjadi hal yang sangat menentukan, terutama pada masa pasca persalinan.
Ali menegaskan bahwa edukasi yang tepat dapat membantu pasangan memilih metode kontrasepsi sesuai kebutuhan dan kondisi kesehatan mereka. Konseling bukan sekadar transfer informasi, tetapi juga proses pemberdayaan agar pasangan merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, ia menambahkan bahwa perspektif agama tidak dapat diabaikan. Dalam ajaran Islam, pandangan mengenai kontrasepsi mantap atau sterilisasi memang bervariasi, namun secara umum memberikan ruang bagi keluarga untuk mengatur kelahiran sesuai dengan kondisi masing-masing. Hal ini memperlihatkan bahwa pendekatan sosial, medis, dan agama harus berjalan beriringan.
Dosen Kebidanan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Inggar Ratna Kusuma, menyoroti rendahnya capaian Keluarga Berencana Pasca Persalinan (KBPP) di Indonesia. Menurutnya, KBPP memiliki peran vital dalam menurunkan angka kematian ibu serta mencegah stunting pada anak.
Ia memaparkan data bahwa pada 2025, prevalensi KBPP global hanya mencapai 38 persen di 57 negara. Di Indonesia sendiri, angkanya sekitar 49,1 persen, meski kini sedikit meningkat di atas 50 persen. Namun, capaian tersebut masih jauh dari target nasional, yaitu 70 persen ibu pasca persalinan menggunakan kontrasepsi, dengan separuh di antaranya memakai metode jangka panjang.
Baca Juga : Milan Fashion Week 2026: Tren Kecantikan Makeup Terbaru
Inggar menekankan bahwa kualitas konseling merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap niat dan praktik penggunaan KBPP. Konseling yang baik harus mencakup tiga aspek penting:
Menurutnya, strategi konseling berimbang yang dilakukan dengan kualitas tinggi lebih efektif dibandingkan penggunaan alat bantu pengambilan keputusan semata. Konseling ideal dilakukan sejak masa kehamilan hingga segera setelah persalinan, khususnya pada tiga hari pertama di fasilitas kesehatan, guna mencegah hilangnya kesempatan.
Periset BRIN, Dadang Suhenda, menambahkan bahwa pandangan agama Islam terhadap kontrasepsi mantap (kontap) memiliki pengaruh besar di masyarakat. Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, yakni sekitar 244,7 juta jiwa atau 86,98 persen dari total penduduk, menjadikan aspek agama sebagai faktor penting dalam penerimaan kebijakan KB.
Secara umum, hukum KB dalam Islam dipandang mubah atau boleh selama dimaksudkan untuk perencanaan keluarga, bukan pembatasan permanen. Meski demikian, fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 1979 menegaskan bahwa vasektomi dihukumi haram karena dianggap pemandulan permanen dan saat itu belum tersedia teknologi rekanalisasi. Hal ini menunjukkan adanya batasan dalam praktik kontrasepsi mantap yang harus dipahami masyarakat.
Dadang menjelaskan bahwa kontrasepsi mantap masih menghadapi beberapa tantangan yang kompleks, di antaranya:
Kondisi ini memperlihatkan bahwa selain faktor medis, persoalan sosial, budaya, dan kebijakan juga turut memengaruhi efektivitas program kontrasepsi mantap di Indonesia.
Menurut Dadang, kontrasepsi mantap merupakan isu yang berada di persimpangan antara kesehatan, kebijakan, nilai sosial, dan ajaran agama. Dari sisi medis, kontrasepsi terbukti aman dan efektif untuk mendukung kesehatan ibu serta kelangsungan keluarga. Dari perspektif kebijakan, program KB menjadi strategi utama dalam pengendalian penduduk dan pemanfaatan bonus demografi.
Ia menambahkan bahwa kontrasepsi mantap dapat dipahami sebagai ikhtiar rasional sekaligus religius untuk membangun keluarga yang sehat dan sejahtera. Selama dilakukan dengan pertimbangan medis, etika, dan hukum agama yang seimbang, maka program ini bisa menjadi solusi yang relevan dalam menghadapi tantangan sosial-kesehatan masyarakat modern.
Simak Juga : Putra Ketua PCNU Bangkalan Selamat dari Musala Ambruk